Kamis, 28 Februari 2008

keluar dari

keluar dari lingkungan yang membesarkan saya, seringkali membuat saya dihantui perasaan bersalah. bukan bersalah karena bertindak salah, karena semua tindakan yang saya ambil didasari pertimbangan matang, tetapi lebih karena takut menyinggung perasaan orang lain.

misalnya begini sodara-sodari, sebagai orang kampung, yang meskipun berasal dari keluarga yang tidak bodoh-bodoh amat, tetapi keluarga saya jarang sekali berinteraksi dengan dunia luar. agak sensitif terhadap "the other" dan sebisa mungkin tetap kukuh pada tradisi sampai mati. meski tidak galak-galak amat terhadap "the other" , seperti orang yang gemar bakar-bakaran terhadap "cara berpikir yang lain". pembicaraan tentang "the other" di keluarga saya sangat sensitif, hanya boleh dibicarakan, tetapi jangan disentuh dan didekati. halaahh, kalimat saya muter-muter ya? contohnya begini, mereka suka sekali belajar agama, bahkan suka belajar tentang agama orang lain. mulai berani merelatifkan kebenaran, toleran dan menjadi inklusif. tetapi ketika suatu ketika saya pulang membawa putri pendeta buat dinikahi, kayak kiamat kecil di rumah. namun beruntung waktu tidak memihak pada saya, sehingga kiamat kecil tidak berlanjut. tetapi saya kalah...

misalnya begini lagi sodara-sodari, meski tidak miskin-miskin amat, keluarga saya melarang berpikir besar. contohnya begini, karena kebetulan pergaulan dan intensitas berpikir ekonomi saya lebih sering (meski buruh, tapi ngurusin duit gede melulu) daripada kebanyakan anggota keluarga. bicara tentang sesuatu yang realistis dan pernah saya capai, selalu divonis ngibul belaka. tentu saja tidak urusan antara kemajuan saya dengan vonis mereka, tetapi jujur saja, sering membunuh motivasi untuk maju.

kata "saya" disini sebagai kata ganti dari "kita", "mereka" dan "banyak orang" yang mengalami hal yang sama. ada yang peduli ada yang cuek bebek saja. setiap kemajuan selalu minta korban, meski hanya korban perasaan orang lain yang luput kita sadari. hidup ini seperti timbangan, saat bandul kebaikan lebih berat mengarahkan jalan, ambil saja pilihan itu.

niat tulus untuk kemaslahatan, pasti lancar di jalan. yakin saja!

*mohon maaf jika sok bijak, efek samping tanggung sendiri.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

knp baca ini bikin saya terenyuh..